Guillaine Barre Syndrome GBS

Guillaine Barre Syndrome GBS

Guillaine Barre Syndrome  GBS

Pendahuluan

 

            Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang menimbulkan peradangan dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan segera dengan tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar sembuh sempurna.

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. Di Indonesia sendiri, angka kejadian penyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6 setiap 10.000-40.000 penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang tidak nampak. Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Data RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM mengalami kenaikan sekitar 10%.

 

Definisi

GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut. Kelainan ini dimediasi oleh imun dan sering terjadi sesudah infeksi virus (sitomegalovirus, Virus Epstein Barr) atau campylobacter jejuni. GBS memiliki beberapa sebutan lain yaitu Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy, Landry Guillain Barre Syndrome, Acute Inflammatory Polyneuropathy, Acute Autoimmune Neuropathy, Inflammatory Polyradiculoneuropathy.

Etiologi

Penyebab Guillain Barre Sindrom sampai saat ini belum diketahui (idiopatik) dan termasuk dalam kelompok penyakit autoimun. Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului GBS akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini:

  • Infeksi virus: Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV).
  • Infeksi bakteri: Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
  • Pasca pembedahan dan Vaksinasi.
  • 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu diawali dengan penyakit  Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan  Infeksi Saluran Pencernaan.

 

 

Klasifikasi

Berikut terdapat klasifikasi dari GBS, yaitu:

  1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit demielinisasi.

         2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

        3. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan.

        4. Acute Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (AIDP)

Mediasi oleh antibodi, dipicu oleh infeksi virus atau bakteri sebelumnya, gambaran elektrofisiologi berupa demielinisasi, remielinisasi muncul setelah reaksi imun berakhir, merupakan tipe SGB yang sering dijumpai di Eropa dan Amerika.

        5. Acute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimpatis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salivasi dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.7

 

Gejala Klinis

  1. Kelemahan

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. 

         2. Keterlibatan saraf kranial

Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopia, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.

         3. Perubahan Sensorik

Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. 

           4.Nyeri

Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

           5. Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.

            6.Pernapasan

Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.

 

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis.  Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.3

 

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu4:

  1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
  • Terjadinya kelemahan yang progresif
  • Hiporefleksi
  • 2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

Ciri-ciri klinis:

  • Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.1,2
  • Relatif simetris
  • Gejala gangguan sensibilitas ringan, hipotoni dan hiporefleksi selalu ditemukan.
  • Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang        < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
  • Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.
  • Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala vasomotor.
  • Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

  • Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial
  • Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

c.Varian:

  • Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
  • Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

 

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi albumin sitologis

            Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam  penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. .Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS.

 

Penatalaksanaan

a.Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Plasmaferesis diindikasikan pada kasus yang nonambulatory, atau yang penyakitnya berlangsung secara agresif. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.

b.Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping / komplikasi lebih ringan. Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5 hari. Pemberian IVIg diduga dapat menetralisasi antibodi mielin yang beredar dengan berperan sebagai antibodi anti–idiotipik, menurunkan sitokin proinflammatorydan menghadang kaskade komplemen.

c.Kortikosteroid

Manfaat kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Namun, apabila terjadi keadaan gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot pernafasan maka kortikosteroid dosis tinggi dapat dilakukan.

 

Prognosa 

Pada umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:

  • pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
  • mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
  • progresifitas penyakit lambat dan pendek
  • pada penderita berusia 30-60 tahun
  • tidak terjadi kelumpuhan total

Angka kematian pada GBS ± 5 %. Kebanyakan pasien membaik pada beberapa bulan. Jika tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan residual, atrofi, hiporefleksia dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien dengan usia tua, didahului penyakit GI track.

Share this Post:

Post Terkait:

Tinggalkan Komentar